Jakarta, Detikkini.id – Wajah mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim tampak lelah saat melangkah keluar dari Lobi Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Senin (23/6/2025) malam. Setelah lebih dari 12 jam diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook senilai Rp 9,9 triliun, ia memilih diam.
Tak ada pernyataan panjang. Tak ada klarifikasi. Hanya sepenggal kalimat singkat, diucapkan pelan namun tegas:
“Terima kasih dan izinkan saya pulang karena keluarga saya telah menunggu. Terima kasih.”
Suasana di lobi mendadak hening. Awak media yang sejak pagi menunggu, berharap penjelasan, hanya bisa melihat punggung pendiri Gojek itu menjauh, meninggalkan segudang pertanyaan yang belum terjawab.
Janji Kooperatif, Tapi Sorotan Tak Surut
Sebelum benar-benar pergi, Nadiem sempat melontarkan komitmen untuk tetap bersikap kooperatif kepada penyidik. Ia menyiratkan bahwa keterlibatannya dalam proses hukum ini bukan bentuk penolakan, tetapi bagian dari tanggung jawab moral terhadap masa depan pendidikan Indonesia.
“Saya akan terus bersikap kooperatif untuk membantu menjernihkan persoalan ini, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap transformasi pendidikan yang telah kita bangun bersama,” ujarnya.
Nadiem juga menyampaikan apresiasi atas profesionalisme aparat Kejaksaan Agung yang menurutnya menjunjung tinggi asas keadilan dan praduga tak bersalah.
“Dalam kapasitas saya sebagai saksi, saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada segenap jajaran aparat Kejaksaan yang telah menjalankan proses hukum ini dengan baik, mengedepankan asas keadilan, transparansi, dan asas praduga tak bersalah.”
Namun, pernyataan itu belum cukup meredam sorotan publik. Sebuah pertanyaan besar masih menggantung di udara: bagaimana proyek pendidikan bernilai triliunan ini bisa tersandung kasus dugaan korupsi?
Satu per Satu Dipanggil: Lingkaran Dalam Nadiem Diperiksa
Penyidik tidak hanya memeriksa Nadiem. Sejumlah nama dari lingkaran dalam mantan menteri itu juga sudah dipanggil. Di antaranya Fiona Handayani, eks Staf Khusus Mendikbudristek, dan Ibrahim Arief, konsultan yang bekerja untuk Stafsus Jurist Tan.
Mereka didalami terkait pengetahuan soal proses pengadaan laptop serta kajian yang menjadi dasar pelaksanaan proyek. Pemeriksaan mereka memunculkan indikasi bahwa keputusan pengadaan tidak lahir begitu saja — ada analisis, ada peran, dan mungkin ada tekanan.
Namun, Jurist Tan, salah satu nama kunci yang disebut-sebut dalam kasus ini, hingga kini belum memenuhi panggilan penyidik. Ia disebut tengah berada di luar negeri, dan Kejagung masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya.
Proyek Raksasa yang Kini Jadi Bara Api
Kasus ini menyita perhatian publik karena nilai proyeknya yang fantastis — hampir Rp 10 triliun dari anggaran negara untuk pengadaan laptop berbasis Chromebook, yang sejatinya ditujukan untuk mendukung digitalisasi pendidikan nasional.
Namun, proyek mulia ini kini berbalik arah. Ia menjadi bara api yang membakar kredibilitas. Transformasi digital yang dijanjikan berubah menjadi skandal, dan pendidikan Indonesia kembali terjerat ironi: ingin maju, tapi tersandung kepentingan.
Sejak dinaikkan ke tahap penyidikan pada 20 Mei 2025, Kejaksaan belum menetapkan tersangka. Namun, pemeriksaan demi pemeriksaan terus bergulir. Kerugian negara masih dihitung, tapi publik sudah mulai menghitung kepercayaan yang hilang.
Satu hal yang pasti nama Nadiem Makarim, yang dulu dielu-elukan sebagai ikon inovasi, kini berdiri di tengah pusaran. (R)


























